LEMBATA-NTT EXPRESS-Kebutuhan jagung dalam negeri saat ini mencapai 28 juta ton pertahun. Namun kebutuhan jagung yang terpenuhi hanya sekitar 25 juta ton sehingga Indonesia mengalami defisit sebesar 3 juta ton per tahun.
Hal ini disampaikan Pengurus Dewan Jagung Nasional, Angelius Wake Kako saat mengikuti panen perdana di kebun desa Aulesa, Kecamatan Ile Ape Timur, Kabupaten Lembata, NTT.
Baca Juga: Panen Jagung di Lahan Tidur, Gubernur NTT Apresiasi Korem 161/Wira Sakti dan Masyarakat Desa Silu
Dalam kesempatan itu, Angelius mengungkapkan, selama belum ada teknologi untuk merubah kaca atau plastik menjadi pangan maka petani menjadi akan selalu menjadi pemimpin untuk menyediakan kebutuhan pangan.
"Jagung bisa menjadi leading sektor khususnya di sektor pangan karena masih banyak lahan tidur yang saya lihat di Lembata, termasuk di dalam kota juga", ungkap Angelius yang juga merupakan DPD RI Perwakilan NTT.
Lanjutnya, petani harus produktif memanfaatkan lahan yang masih tidur sehingga dapat berkontribusi pada pemenuhan kebutuhan jagung di dalam negeri.
Angelius menjelaskan, saat ini dirinya bersama rekan-rekan di Dewan Jagung sedang membangun ekosistem jagung untuk kesejahteraan petani. Mulai dari bibit, pupuk hingga ke urusan pemasaran.
"Kita menanam di Lembata sebenarnya kita sedang berpikir tentang manusia di belahan dunia lainnya", jelasnya.
Ia tak memungkiri jika saat ini petani belum berdaulat untuk menentukan harga jagung. Harga masih sangat bergantung oleh pasar yang sebenarnya tidak memiliki lahan pertanian.
Baca Juga: Panen Jagung TJPS di Sumba Barat Daya, Gubernur NTT: Hasilnya Sangat Bagus Untuk Masyarakat
Namun upaya membangun kembali kedaulatan petani masih sangat mungkin dilakukan. Rumusnya, petani harus produktif dari proses awal persiapan lahan hingga pada saat pengiriman hasil di pelabuhan nantinya.
Jadi Pilot Project
Desa Aulesa saat ini sedang berupaya mengembangkan jagung lokal yang selaras iklim sebagai upaya membangun kedaulatan pangan dan jagung hibrida sebagai pemenuhan kebutuhan pasar.
Kepala Desa Aulesa, Deris Lewotobi menyampaikan hal ini dihadapan Angelus selaku Pengurus Dewan Jagung Nasional, Kepala Dinas Peternakan, Kanisius Tuaq dan masyarakat Desa Aulesa.
Deris mengungkapkan, pengembangan jagung 1 hektar di Aulesa, dapat menghasilkan 35 juta rupiah dengan harga per kilo 5.000 rupiah dalam masa kerja tiga sampai empat bulan. Maka melalui jagung, masyarakat bisa mandiri secara ekonomi.
"Pada tahun 2023, pemerintah desa telah menganggarkan empat hektar jagung hibrida. Pada tahun selanjutnya akan bertambah sesuai dengan keinginan masyarakat", terangnya.
Deris berharap Angelus sebagai Pengurus Dewan Jagung Nasional dapat menjadikan Desa Aulesa sebagai pilot project pengembangan jagung.
Namun untuk mencapainya, perlu memperhatikan aksesibilitas menuju sentra produksi pertanian yang masih sulit dan harga jual yang tidak konsisten. (***)
Penulis: Dominikus Karangora
Artikel Terkait
Jalan Salib Hidup di Paroki Riangkmie, Flotim Diwarnai Derai Air Mata Umat Katolik
Ada Pakaian Adat di Jalan Salib Hidup Paroki Riangkemie, RD Benyamin Daud: Perpaduan Antara Budaya dan Agama
Perhatikan! Ini Jatah Alokasi Beras di Bulog Maumere
Anda Pelajar SMP di Flores Timur? Yuk, Ikuti Lomba Melukis di Festival Bale Nagi
Serunya Berburu Takjil di Kota Maumere, Berkah Para Pedagang di Bulan Suci