KUPANG, NTT EXPRESS - Anak-anak muda kembali memanfaatkan momentum global untuk menuntut keadilan ekologi dan iklim melalui gerakan Global Climate Strike.
Aksi ini dilakukan serentak di seluruh Indonesia. Di Kupang, aksi ini dilaksanakan pada tanggal 16 September 2016 di lokasi CFD jalan Eltari depan kantor Gubernur NTT.
Kelompok anak muda ini berjalan kaki dan membawa poster yang berisi gambar maupun tulisan dan beberapa gambaran yang merepresentasikan keadaan bumi akibat krisis iklim di tahun kampanye politik saat ini.
"Dengan tema Bersama untuk Iklim, kami ingin menyoroti tantangan yang dihadapi masyarakat dalam menghadapi krisis iklim dan lemahnya demokrasi," ungkap Radith Giantiano, Koordinator aksi Global Climate Strike Kupang.
Lanjutnya, meskipun isu lingkungan dan krisis iklim telah menjadi perbincangan hangat di kalangan masyarakat, baik secara nasional maupun internasional, namun masih ada kekhawatiran bahwa lingkungan belum menjadi isu prioritas yang memadai.
Baca Juga: Dalam Rangka Dies Natalis, PMKRI Ruteng Berdayakan Warga Poco Leok yang Menolak Geothermal
Kerusakan lingkungan hidup yang semakin meluas di Indonesia seringkali disebabkan oleh perencanaan pembangunan yang lebih mempertimbangkan pertumbuhan ekonomi daripada keberlanjutan ekologi.
"Akibatnya, sering terjadi bencana alam seperti banjir, longsor, kekeringan, degradasi hutan, dan pencemaran sungai, laut, dan udara. Dampak dari kerusakan lingkungan ini pada akhirnya dirasakan oleh masyarakat umum," tegas Radith.
Berdasarkan Catatan Tahunan WALHI NTT, 78 tahun kemerdekaan Indonesia merupakan gambaran perjuangan panjang masyarakat lokal dalam mencari kesetaraan dan hak-hak mereka atas kebijakan-kebijakan pembangunan nasional yang tidak sesuai dengan daya dukung dan daya tampung lingkungan.
"Dan kebijakan yang berdampak langsung pada kehidupan masyarakat adat dan kelestarian alam NTT, baik dari sisi pariwisata, energi maupun pangan," jelasnya.
Lanjut Radith, seperti yang terjadi di Manggarai lewat cerita penolakan masyarakat Wae Sano hingga Poco Leok atas pembangunan geothermal yang merupakan Proyek Strategi Nasional.
Selain itu, pembangunan Bendungan Kolhua, Manikin dan Temef yang terus menuai penolakan dari masyarakat terdampak mulai dari tidak adanya kompensasi dari Negara atas perampasan tanah hingga mempertahankan hak atas Tanah Keluarga maupun Tanah Adat.
Baca Juga: Mahasiswa Politeknik Negeri Kupang Ditemukan Tewas Gantung Diri di Kamar Kos
Ada pula kriminalisasi masyarakat adat seperti yang terjadi pada Nikodemus Manao, salah satu tokoh masyarakat di Pubabu, Besipae Kabupaten Timor Tengah Selatan.
Artikel Terkait
CATUR Coffee Company, Perusahaan Kopi Anak Muda Dengan Capaian Mendunia
Gandeng Komunitas Anak Muda Kota Kupang, Srikandi Ganjar NTT Gelar Battle Rap, Seru Banget
Suara Anak Muda NTT untuk Keadilan Iklim Lewat Pelatihan Jurnlisme Warga
Wisata Malam di NTT, Anak Muda Memanfaatkan Sampah Untuk Bangun Lapak UMKM
Mengenal Komunitas Youtuber Honihama Inovasi Anak Muda Tuwagoetobi Adonara
Kesempatan Anak Muda Berinovasi Lebih Mudah di Zaman Digital
Dulunya Bak Rumah Hantu, Kini Taman Kota di Lewoleba, NTT Jadi Tempat Tongkrongan Anak Muda
Ketua PKN yakin 2024 Banyak Anak Muda masuk Parlemen di Lembata
Diduga Aparat Anarkis di Poco Leok, Ibu dan Anak Muda Cedera
Akhirnya, 190 OPK yang Tersembunyi di Lembata Ditemukan Anak Muda
Promosikan Perhiasan ke India Kemendag Gandeng Anak Muda
Anak Muda Flores Mesti Jadi Wirausaha Hijau dari Desa