• Rabu, 27 September 2023

Bersama untuk Iklim, GCS : Kami Butuh Solusi Bukan Polusi

- Senin, 18 September 2023 | 11:07 WIB
Anak Muda Menuntut Keadilan Ekologi dan Iklim Melalui Gerakan Global Climate Strike  (Dok RX Kupang)
Anak Muda Menuntut Keadilan Ekologi dan Iklim Melalui Gerakan Global Climate Strike (Dok RX Kupang)

KUPANG, NTT EXPRESS - Anak-anak muda kembali memanfaatkan momentum global untuk menuntut keadilan ekologi dan iklim melalui gerakan Global Climate Strike

Aksi ini dilakukan serentak di seluruh Indonesia. Di Kupang, aksi ini dilaksanakan pada tanggal 16 September 2016 di lokasi CFD jalan Eltari depan kantor Gubernur NTT

Kelompok anak muda ini berjalan kaki dan membawa poster yang berisi gambar maupun tulisan dan beberapa gambaran yang merepresentasikan keadaan bumi akibat krisis iklim di tahun kampanye politik saat ini. 

"Dengan tema Bersama untuk Iklim, kami ingin menyoroti tantangan yang dihadapi masyarakat dalam menghadapi krisis iklim dan lemahnya demokrasi," ungkap Radith Giantiano, Koordinator aksi Global Climate Strike Kupang. 

Lanjutnya, meskipun isu lingkungan dan krisis iklim telah menjadi perbincangan hangat di kalangan masyarakat, baik secara nasional maupun internasional, namun masih ada kekhawatiran bahwa lingkungan belum menjadi isu prioritas yang memadai. 

Baca Juga: Dalam Rangka Dies Natalis, PMKRI Ruteng Berdayakan Warga Poco Leok yang Menolak Geothermal

Kerusakan lingkungan hidup yang semakin meluas di Indonesia seringkali disebabkan oleh perencanaan pembangunan yang lebih mempertimbangkan pertumbuhan ekonomi daripada keberlanjutan ekologi

"Akibatnya, sering terjadi bencana alam seperti banjir, longsor, kekeringan, degradasi hutan, dan pencemaran sungai, laut, dan udara. Dampak dari kerusakan lingkungan ini pada akhirnya dirasakan oleh masyarakat umum," tegas Radith.

Berdasarkan Catatan Tahunan WALHI NTT, 78 tahun kemerdekaan Indonesia merupakan gambaran perjuangan panjang masyarakat lokal dalam mencari kesetaraan dan hak-hak mereka atas kebijakan-kebijakan pembangunan nasional yang tidak sesuai dengan daya dukung dan daya tampung lingkungan

"Dan kebijakan yang berdampak langsung pada kehidupan masyarakat adat dan kelestarian alam NTT, baik dari sisi pariwisata, energi maupun pangan," jelasnya. 

Lanjut Radith, seperti yang terjadi di Manggarai lewat cerita penolakan masyarakat Wae Sano hingga Poco Leok atas pembangunan geothermal yang merupakan Proyek Strategi Nasional.

Selain itu, pembangunan Bendungan Kolhua, Manikin dan Temef yang terus menuai penolakan dari masyarakat terdampak mulai dari tidak adanya kompensasi dari Negara atas perampasan tanah hingga mempertahankan hak atas Tanah Keluarga maupun Tanah Adat. 

Baca Juga: Mahasiswa Politeknik Negeri Kupang Ditemukan Tewas Gantung Diri di Kamar Kos

Ada pula kriminalisasi masyarakat adat seperti yang terjadi pada Nikodemus Manao, salah satu tokoh masyarakat di Pubabu, Besipae Kabupaten Timor Tengah Selatan. 

Halaman:

Editor: Dominikus Karangora

Tags

Artikel Terkait

Terkini

Pemprov NTT Telah Memiliki 174 Desa Kelurahan Sadar Hukum

Selasa, 26 September 2023 | 06:55 WIB
X