• Rabu, 27 September 2023

Kisah Sukses Perempuan Muda di NTT Berkat Bimbingan Plan Indonesia

- Sabtu, 3 Juni 2023 | 17:13 WIB
Foto: Jenet, seorang petani sekaligus pengusaha muda di Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS), Nusa Tenggara Timur (NTT), berkat bimbingan plan Indonesia (Dok. NTT Express)
Foto: Jenet, seorang petani sekaligus pengusaha muda di Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS), Nusa Tenggara Timur (NTT), berkat bimbingan plan Indonesia (Dok. NTT Express)
NTT EXPRESS- Di pinggir lahan seluas 1 hektare, tak jauh dari bangunan panel surya, sebuah mesin cultivator dinyalakan oleh Ruben (52 tahun). Ia adalah ayah dari Jenet, yang selalu membantu putrinya dalam bertani
 
Deru mesin itu menggelegar dan terdengar sampai ke ujung lahan, siap digunakan. Meski begitu, selesai menyalakan mesin, laki-laki setengah abad ini hanya melihat mesin itu, sama sekali tak menyentuhnya. Dia menunggu seseorang.
 
Waktu menunggu bagi Ruben tidak berlangsung lama. Sebab dari arah timur, seorang perempuan berusia 22 tahun berjalan mendekati cultivator. Setelah memegang stang, kaum muda perempuan ini mulai mendorong dengan kekuatan penuh.
 
 
Di bawah terik matahari pukul 12.00 WITA, kaum muda perempuan itu berjalan perlahan di belakang cultivator, berusaha menggunakan mesin itu untuk meremukkan tanah. Roda gerigi mesin itu berlahan-lahan berputar, menggulung tanah dan rumput yang menghalangi jalannya. 
 
Kaum muda perempuan yang mendorong cultivator itu adalah Jenet, seorang petani sekaligus pengusaha muda di Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS), Nusa Tenggara Timur (NTT). 
 
Dari usaha mengelolah lahan kering seluas 2 hektar, Jenet bisa membayar uang kuliah dan mampu menyekolahkan adik-adiknya.
 
 
“Saya baru lulus dari Institut Pendidikan Soe. Saya dan adik-adik bekerja bersama-sama. Mereka tanam pas keluar sekolah. Hasil dari kebun ini bisa membiayai pendidikan saya dan adik-adik, serta membeli kebutuhan sekolah kami,” katanya di sela aktivitas berkebun beberapa waktu lalu.
 
Perjalanan keberhasilan Jenet dan keluarganya dalam meningkatkan kondisi ekonomi cukup panjang. Untuk mengetahui semua perjuangan sekaligus keberhasilan mereka, kita harus kembali ke tiga tahun sebelumnya, sewaktu keluarga ini belum mendapat sentuhan dari Yayasan Plan International Indonesia (Plan Indonesia).
 
Jenet mengisahkan, tiga tahun sebelumnya, mereka adalah keluarga petani yang mengelola lahan mengandalkan tenaga, tanpa bantuan teknologi. Segala cara yang mereka lakukan untuk mengelola kebun, dilakukan secara manual.
 
“Sebelum mendapat bimbingan dari Plan Indonesia, kami memang bertani. Tapi cara kerja yang kami pakai masih tradisional,” jelasnya.
 
 
Bekerja dengan cara manual sekaligus tradisional lebih menguras tenaga. Menurut Jenet, ketika ingin membuat bedeng atau pematang, mereka harus mencangkul tanah menggunakan tangan. Saat menyiram tanaman, mereka harus memikul ember agar bisa menyiram tanaman. Dari sisi ekonomi, penghasilan yang mereka dapat pun tidaklah besar.
 
“Dalam sekali panen, kami hanya menghasilkan sekitar 2-3 juta rupiah. Jumlah ini tentu saja tidak cukup untuk membiayai kebutuhan hidup sehari-hari dan biaya uang kuliah,” ceritanya.
 
Semuanya berubah ketika Jenet memutuskan untuk mengikuti proyek Green Skill 2.0 dari Plan Indonesia. Program ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan usaha kaum muda di Nusa Tenggara Timur (NTT), khususnya di bidang pertanian hijau. Hingga kini, Plan Indonesia telah mendampingi sekitar 144 kaum muda pada 21 desa di TTS (31 kelompok) melalui Green Skill 2.0. Mayoritas dari kaum muda yang bergabung adalah perempuan.
 
“Saya adalah anggota program Green Skill 2.0 Plan Indonesia. Program ini berfokus pada kaum muda yang berumur 18-29 tahun, untuk pertanian organik. Saya sudah bergabung selama tiga tahun,” ungkapnya.
 
 
Setelah bergabung dalam Green Skill 2.0, banyak perubahan yang didapat keluarga Jenet. Mereka tidak lagi mengelola lahan secara manual, karena Plan Indonesia telah menyumbangkan teknologi-teknologi pertanian untuk digunakan. Beberapa teknologi yang diberikan, misalnya cultivator, membuat mereka lebih mudah dalam mengelola lahan pertanian. Dengan alat itu juga, luas lahan yang mereka kelola pun mulai bertambah.
 
Selain cultivator, Jenet dan keluarga juga mendapat beberapa bantuan lain, seperti peralatan irigasi tetes, dynamo air, tempat penampungan air yang terbuat dari fiber, bibit tanaman, juga pelatihan dan pendampingan kemampuan kewirausahaan.
 
Jenet berkisah, saat mereka masih berkebun tradisional, luas lahan yang mereka cangkul dalam sehari hanya sekitar 5-7 are. Ini belum termasuk membuat bedeng.
 
“Tetapi setelah bergabung dengan Plan Indonesia, sesudah diperkenalkan dengan berbagai teknologi yang ada, kami bisa mengelola lahan dengan luas hingga 2 hektare. Pengelolaan lahan menggunakan cultivator ini tidak hanya dilakukan oleh laki-laki. Kami, perempuan, juga dilatih untuk mengelola lahan tanpa harus menunggu laki-laki,” terangnya.
 
Di bawah bimbingan Plan Indonesia, kaum muda yang tergabung tidak hanya mendapatkan bantuan peralatan teknologi. Mereka juga dibimbing dan diberi pelatihan mengenai dunia usaha dan bisnis. Mereka diajarkan untuk membuat rencana usaha sampai pada pemasaran produk.
 
“Contohnya, pelatihan membuat rencana usaha sampai cara memasarkan. Kami dilatih agar sebelum bekerja, terlebih dahulu harus membuat rencana. Kami berlatih menganalisis pesaing-pesaing, baik dari luar maupun dari dalam. Sehingga kami bisa tahu cara kerja dan pola pikir dari pesaing-pesaing,” imbuhnya.
 
Karena banyaknya kelompok tani yang ada di TTS, maka belajar menganalisis pasar menjadi keterampilan yang wajib diketahui oleh setiap pelaku usaha. Ini sangat berguna untuk menjaga kestabilan harga sayuran yang mereka pasarkan. Jenis sayuran yang selama ini diusahakan Jenet adalah tanaman hortikultura seperti tomat, wortel, terung, petsai, dan buncis.
 
 
Ayah Jenet, Ruben, sangat bersyukur atas bantuan yang telah keluarganya dapatkan dari Plan Indonesia. Dia percaya, tanpa bantuan dari Plan Indonesia, penghasilan yang mereka dapat tidak akan meningkat.
 
“Kini, setelah mendapatkan bantuan dan bimbingan dari Plan Indonesia, penghasilan dalam sekali panen bisa mencapai 15 juta rupiah,” kata Ruben.
 
Penghasilan mencapai 15 juta rupiah dalam sekali panen merupakan prestasi yang memuaskan bagi seorang petani sayuran. Dengan uang tersebut, mereka bisa menyekolahkan anak-anak, dan kondisi ekonomi pun mulai berubah.
 
Kini, produk tanaman organik yang mereka hasilkan tidak hanya dijual di pasar tradisional. Mereka telah mendapatkan kepercayaan dari sejumlah hotel di Kota Soe, dan setiap kali masa panen, Jenet dan keluarga langsung mengantar sayur-sayur pesanan ke hotel. Cara ini sangat membantu dalam meningkatkan angka penghasilan mereka dalam sekali masa panen.
 
 
Teknologi Ramah Lingkungan dan Perempuan
Program Green Skill ini diimplementasikan Plan Indonesia di 21 desa, dan ada 31 kelompok yang telah didampingi. Kelompok-kelompok ini mendapatkan edukasi dalam bidang pertanian dan pemasaran. Mereka juga mendapat bantuan berupa alat-alat pertanian yang ramah lingkungan dan ramah perempuan.
 
“Dari kelompok-kelompok ini, anggota yang masih aktif sekitar 144 anggota. Mayoritasnya perempuan,” kata Marina Meidiyanti, Program Implementation Area Manager Timor.
 
Bagi banyak orang, bertani adalah sebuah aktivitas yang berat bila dilakukan perempuan. Namun, Plan Indonesia menghilangkan stigma ini dengan memberikan peralatan-peralatan yang ramah perempuan, seperti cultivator ataupun lewat metode irigasi tetes.
 
“Lewat irigasi tetes dan cultivator ini, lahan yang mereka kelola pun menjadi lebih luas. Dan itu bisa menambah penghasilan mereka,” kata Marina Meidiyanti.***

Editor: Amar Ola Keda Kabelen

Tags

Artikel Terkait

Terkini

Pengampunan: Sebuah Jalan Menuju Penyembuhan

Rabu, 20 September 2023 | 21:53 WIB
X